Bentuk
perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tertulis dan lisan.
Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam
bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat
oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak).
Ada tiga
jenis perjanjian tertulis:
Perjanjian
dibawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian
dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Perjanjian ynag
dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. Akta notariel
adalah akta yang dibuat di hdapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu.
Interpretasi
dalam Perjanjian Penafsiran tentang perjanjian diatur dalam pasal 1342 s.d 1351
KUH Perdata. Pada dasarnya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah
dimengeti dan dipahami isinya. Namun, dalam kenyataannya banyak kontrak yang
isinya tidak dimengerti oleh para pihak. Dengan demikian, maka isi perjanjian
ada yang kata-katanya jelas dan tidak jelas sehingga menimbulkan berbagai
penafsiran. Untuk melakukan penafsiran haruslah dilihat beberapa aspek, yaitu: jika kata-katanya dalam kontrak memberikan
berbagai macam penafsiran, maka harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat
perjanjian (pasal 1343) jika suatu janji dalam memberikan berbagai penafsiran,
maka harus diselidiki pengertian yang memungkinkan perjanjian itu dapat
dilaksnakan (pasal 1344) jika kata-kata dalam perjanjian diberikan dua macam
pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dnegan sifat
perjanjian (pasal 1345) apabila terjadi keraguan-keraguan, perjanjian harus
ditafsirkan atas kerugian orang yang meminta diperjanjikan sesuatu hal, dan
untuk keuntungan orang yang mengikatkan dirnya untuk itu (pasal 1349)
Fungsi
Perjanjian
Fungsi
perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yurudis dan fungsi ekonomis.
Fungsi yurudis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum para pihak, sedangkan
fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan
yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi. Biaya dalam Pembuatan Perjanjian. Biaya
penelitian, meliputi biaya penentuan hak milik yang mana yang diinginkan dan
biaya penentuan bernegosiasi, Biaya negosiasi, meliputi biaya persiapan, biaya
penulisan kontrak, dan biaya tawar-menawar dalam uraian yang rinci, Biaya
monitoring, yaitu biaya penyelidikan tentang objek, Biaya pelaksanaan, meliputi
biaya persidnagan dan arbitrase, Biaya kekliruan hukum, yang merupakan biaya sosial
Macam
– Macam Perjanjian
Dibawah
ini beberapa macam perjanjian, diantaranya Perjanjian Jual-beli, Perjanjian
Tukar Menukar, Perjanjian Sewa-Menyewa, Perjanjian Persekutuan, Perjanjian
Perkumpulan, Perjanjian Hibah, Perjanjian Penitipan Barang, Perjanjian
Pinjam-Pakai, Perjanjian Pinjam Meminjam, Perjanjian Untung-Untungan
Syarat
Sahnya Perjanjian
Menurut
Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi
empat syarat yaitu :
Sepakat
untuk mengikatkan diri
Sepakat
maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang
diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada
pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat
perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah
dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
Suatu
hal tertentu merupakan pokok perjanjian.
Syarat ini
diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan.
Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
Sebab
yang halal ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud
untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUH Perdata, sebab yang tidak halal ialah
jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau
ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUH Perdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu
atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Pembatalan
dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan
Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu
pihak biasanya terjadi karena; Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran
tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat
diperbaiki. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami
kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya. Terkait
resolusi atau perintah pengadilan. Terlibat hukum. Tidak lagi memiliki lisensi,
kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar